Jumat, 17 Februari 2017

makalah tentang kasus hambalang

TUGAS PKN MAKALAH KASUS HAMBALANG

KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya Saya menyelesaikan makalah saya yang berjudul Peran Audit forensik dalam Mengungkap Fraud dan Penerapannya dalam Kasus Hambalang. Makalah ini merupakan tugas pengganti mid dari mata kuliah Akuntansi Sektor Publik.
Makalah ini terdiri dari 4 bab yaitu pendahuluan, kajian teori, pembahasan kasus dan penutup dalam kajian teori saya memaparkan antara lain pengertian audit forensik, Tugas auditor forensik, Peran bpk dalam audit forensik, Pelaksanaan audit forensik, Peran penting audit forensik, Tujuan audit forensik. Perbedaan audit forensik dan audit konvensional, Alasan diperlukannya audit forensik, serta Audit forensik dalam membantu mewujudkan good Governance. Dan di bagian pembahasan saya akan memaparkan penerapan audit forensik dalam kasus Hambalang.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi kewajiban tugas Akuntansi Sektor Publik. Saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat saya harapkan





















 DAFTAR ISI
BAB I             
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
B.    Rumusan Masalah

BAB II                        
KAJIAN TEORI
A.    Pengertian audit forensik
B.     Tugas auditor forensik
C.     Peran bpk dalam audit forensik
D.    Pelaksanaan audit forensik
E.     Peran penting audit forensik
F.     Tujuan audit forensik
G.    Perbedaan audit forensik dan audit konvensional
H.    Alasan diperlukannya audit forensik
I.     Audit forensik dalam membantu mewujudkan good Governance

BAB III          
PEMBAHASAN
Penerapan Audit Forensik Dalam Kasus Hambalang

BAB IV         
            PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran

                  DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tindak kecurangan di pemerintahan di Indonesia sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Bila kita sering membaca surat kabar atau melihat televisi, maka kita akan disuguhi banyak berita tentang kasus-kasus fraud yang telah melibatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, baik dijajaran lembaga legislatif, eksekutif  bahkan yudikatif. Berbagai usaha telah dilakukan Pemerintah Indonesia baik dengan memberdayakan secara maksimal lembaga-lembaga penegak hukum, seperti Kejaksaan, Pengadilan, dan Kepolisian. Bahkan dalam dasawarsa terakhir Pemerintah juga telah membentuk dan memberdayakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun sayangnya hasil yang di dapat masih belum sesuai dengan harapan, di mana Indonesia masih menduduki 10 negara terkorup di dunia. Mengapa hal ini terjadi?
Terjadinya kecurangan tersebut yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan dapat memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Adanya kecurangan berakibat serius dan membawa dampak kerugian. Apabila dilihat dari peran akuntan publik, fenomena kecurangan ini menjadi masalah yang serius karena menyangkut citra akuntan publik terutama auditornya.
Kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah sulit terdeteksi karena pelaku biasanya merupakan orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan suatu proyek. Oleh karena itu, auditor laporan keuangan harus mempunyai keahlian untuk mendeteksi kecurangan ini. Untuk tindak lebih lanjut, auditor laporan keuangan ini hanya dapat mendeteksi saja sedangkan untuk pengungkapannya diserahkan pada auditor forensik yang lebih berwenang. Auditor forensik inilah yang nantinya akan menggunakan suatu aplikasi audit lain selain audit biasa yang digunakan para auditor laporan keuangan untuk mengungkapkan kecurangan yaitu Audit forensik.
Peran audit forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari waktu ke waktu semakin terus meningkat. Audit forensik banyak diterapkan ketika Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum yang diperlukan untuk menagani kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada instansi tersebut. Audit forensik juga digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian untuk menggali informasi selama proses pelaksanaan audit kecurangan (fraud audit) atau audit investigasi. Namun apakah audit forensik yang telah diterapkan sudah cukup memadai? Artikel ini, melalui tinjauan secara teoritisnya, akan mencoba untuk menjelaskan bagaimana peran audit forensik dalam mengungkap fraud di instsansi-instansi pemerintah.
B.      RUMUSAN MASALAH
·         Apa pengertian audit forensik ?
·         Apa saja tugas dari auditor forensik ?
·         Apa peran BPK dalam audit forensik ?
·         Bagaimana cara pelaksanaan audit forensik ?
·         Apa peran penting dari audit forensik ?
·         Apa tujuan audit forensik ?
·         Apa perbedaan audit forensik dan audit konvensional ?
·         Mengapa  audit forensik dibutuhkan ?
·         Apa peran audit forensik dalam membantu mewujudkan good governance ?
·         Bagaimana penerapan audit forensik dalam kasus hambalang ?





BAB II
KAJIAN TEORI
A.    PENGERTIAN AUDIT FORENSIK
Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.
Dengan demikian, audit forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.
Menurut Charterji (2009) Audit forensik (forensic auditing) dapat didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu keadaan yang memiliki konsekuensi hukum. Audit forensik umumnya digunakan untuk melakukan pekerjaan investigasi secara luas. Pekerjaan tersebut meliputi suatu investigasi atas urusan keuangan suatu entitas dan sering dihubungkan dengan investigasi terhadap tindak kecurangan (fraud), oleh karena itu audit forensik sering juga diartikan sebagai audit investigasi.
Di Indonesia lembaga yang berhak untuk melakukan auditforensik adalah auditor BPK, BPKP, dan KPK yang memiliki sertifikat Certified Fraud Examiners (CFE).
B.     TUGAS AUDITOR FORENSIK
Auditor forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping tugas auditor forensik untuk memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation), ada juga peran auditorforensik dalam bidang hukum di luar pengadilan (non litigation), misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
Audit forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah dan mengendalikan penipuan. Jenis layanan kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan dan jasa-jasa Audit forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur Audit forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.
C.     PERAN BPK DALAM AUDIT FORENSIK
Perkembangan positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia tersebut membuat Badan Pemeriksa Keuangan yang selama era orde baru “dikerdilkan” menjadi pulih, dengan terbitnya Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang menegaskan tentang kewenangan BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara yang kemudian di dukung dengan Undang-Undang No 15 Tahun 2006 yang memberikan kemandirian dalam pemeriksaan Keuangan Negara baik yang tidak dipisahkan maupun yang dipisahkan seperti BUMN dan BUMD skaligus penentu jumlah kerugian Negara.
Oleh karena itu BPK harus meredifinisikan dirinya untuk menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, dengan cara meningkatkan metodologi auditnya dan meningkatkan kinerja pegawainya dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara termasuk didalamnya keahlian tehnis dalam mendeteksi fraud yaitu mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak, sahih, akurat serta mampu melaporkan fakta secara lengkap.
Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan menerapkan Audit Forensik atau sebagian orang menyebutnya Audit Investigatif. Sebenarnya BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara memiliki prestasi yang layak diapresiasi dalam melakukan audit forensik, dengan melakukan audit investigasi terhadap Penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia maupun aliran Dana Bank Indonesia ke sejumlah pejabat, dengan bantuan software khusus audit, BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun yang berimbas terhadap beberapa mantan petinggi bank swasta nasional diadili karena mengemplang BLBI, sedangkan kasus aliran Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena hasilaudit investigasi BPK menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp127,5 Milyar ke Pejabat Bank Indonesia, Anggota DPR termasuk diantaranya sudah menjadi Menteri Negara, kasus ini mencuat tajam sehingga Mantan Gubernur BI dan beberapa pejabat yang terkait harus mendekam diterali besi ditemani koleganya para anggota DPR yang menerima aliran dana tersebut, hal yang patut ditunggu adalah kelanjutan hasil pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat didalamnya.
D.    PELAKSANAAN AUDIT FORENSIK
Proses pelaksanaan audit forensik, dalam banyak hal, sama dengan proses pelaksanaan audit, tetapi dengan tambahan beberapa pertimbangan. Berikut adalah langkah-langkah audit forensik secara umum dan singkat.
Langkah I: Menerima tugas
Auditor forensik pertama kali harus mempertimbangkan apakah dirinya memiliki keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menerima pekerjaan tersebut. Investigasi forensik bersifat khusus, dan pekerjaan tersebut memerlukan pengetahuan tentang investigasi fraud dan pengetahuan tentang hukum secara luas dan mendalam. Para auditor juga harus memperoleh pelatihan di dalam melakukan teknik-teknik interviu dan interogasi, dan bagaimana menyimpan bukti-bukti yang diperoleh secara aman. Auditor sebaiknya tidak memberikan jasa audit umum dan investigasi forensik atas klien yang sama.
Langkah II: Perencanaan
Tim auditor harus berhati-hati dalam merencanakan pekerjaan audit forensik. Perencanaan pekerjaan audit ini paling tidak harus mencakup hal-hal berikut:
ü  Mengidentifikasi jenis fraud yang terjadi, seberapa lama fraud telah berlangsung, dan bagaimana fraud telah dilakukan, siapa pelakunya dan juga termasuk mengkuantifikasi kerugian finansial yang diderita oleh klien dan mengumpulkan bukti yang akan digunakan di pengadilan.
ü  Memberi saran untuk pencegahan terulangnya fraud.
ü  Mempertimbangkan cara terbaik mendapatkan bukti.
ü  Menggunakan teknik audit berbantuan computer, bila diperlukan.
Langkah III: Mengumpulkan Bukti
Dalam rangka mengumpulkan bukti yang lengkap, auditor (investigator) harus memahami jenis fraud dan bagaimana kecurangan tersebut telah dilakukan. Bukti-bukti yang dikumpulkan harus memadai untuk membuktikan identitas pelakunya, mekanisme pelaksanaan fraud, dan jumlah kerugian finansial yang diderita. Hal penting yang harus dipikirkan adalah bahwa tim auditor memiliki keahlian di dalam mengumpulkan bukti yang akan digunakan dalam kasus persidangan, dan menjaga rantai pengamanan bukti-bukti hingga dikemukakan dalam persidangan. Jika ada bukti yang belum dapat disimpulkan atau ada kejanggalan dalam rantai prosesnya, maka bukti tersebut mungkin akan dimentahkan dalam persidangan, atau bahkan bisa menjadi bukti yang melemahkan. Auditor juga harus diperingatkan bahwa kemungkinan bukti-bukti akan diselewengkan (falsified), dirusak atau dihancurkan oleh tersangka.
Bukti dapat dikumpulkan dengan menggunakan berbagai teknik, seperti:
ü  Menguji pengendalian guna mendapatkan bukti adanya kelemahan (kemungkinan adanya kecurangan);
ü  Menggunakan prosedur analistis (analytical procedures) untuk membandingkan tren dari waktu ke waktu atau untuk memberikan gambaran tentang perbandingan antara satu segmen bisnis dengan segmen bisnis lainnya dengan menggunakan teknik-teknik audit berbantuan komputer.
Langkah IV: Penyusunan Laporan
Pada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain adalah:
ü  Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.
ü  Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan.
ü  Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.

E.     PERAN PENTING AUDIT FORENSIK
Dalam beberapa artikel dan literatur, pembahasan Audit forensik lebih mengarah kepada kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau korupsi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan, audit forensikdiperlukan untuk pembuktian pada kasus-kasus penipuan.
Objek audit forensik adalah informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung unsur penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan keuangan perusahaan, seseorang, atau bahkan negara. Temuan audit dari hasil pemeriksaan ini bisa dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau jaksa untuk memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan hasil audit juga akan memberikan bukti baru untuk tindakan yang menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.
Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen. Meskipun penugasan auditdiberikan oleh salah satu pihak yang bersengketa, independensi auditor harus tetap dijaga. Auditor tidak boleh memihak pada siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja, prosedur, dan pernyataan auditor adalah alat bukti yang menghasilkan konskuensi hukum pada pihak yang bersengketa.
F.      TUJUAN AUDIT FORENSIK
Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan  audit forensik telah tumbuh pesat. Beberapa contoh di mana audit forensik bisa dilaksanakan termasuk:
1)      Kecurangan dalam bisnis atau karyawan.
2)      Investigasi kriminal.
3)      Perselisihan pemegang saham dan persekutuan.
4)      Kerugian  ekonomi dari suatu bisnis.
5)      Perselisihan pernikahan.

G.    PERBEDAAN AUDIT FORENSIK DAN AUDIT KONVENSIONAL
Perbedaaan utama Audit forensik dengan Audit maupun  audit  konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis Audit tersebut tidak jauh berbeda. Audit forensik lebih menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan dan keteledoran seperti pada audit umum.
Prosedur utama dalam Audit forensic menekankan pada analytical review dan teknik wawancara mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi dan lain sebagainya. Audit forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk lainnya.
Data menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan. Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar Audit dan audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).
H.    ALASAN DIPERLUKANNYA AUDIT FORENSIK
Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa (general audit atau opinion audit) sama halnya mencoba mengikat kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang lebih dalam dan handal dalam membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu metodologi audityang handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai Akuntansi forensik ataupun Audit Forensik.
Audit forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau mengungkap motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau secara sederhana   forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan missappropriation of asset.
Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan: ”Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan”’. Orang sudah mahfum profesi dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik, namun ”ahli lainnya” yang dalam ini termasuk juga akuntan belum banyak dikenal sebutannya sebagai akuntanforensik

I.       AUDIT FORENSIK DALAM MEMBANTU MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE
Seperti diketahui bahwa prinsip pemerintahan yang baik atau good governancememiliki prinsip transparansi, akuntabilitas, keadilan, kemandirian, integritas dan partisipasi. Namun kenyataannya itu sulit diwujudkan karena aparat pemerintah, termasuk pemerintah Indonesia, kini marak melakukan tindakan kriminal seperti korupsi dan penggelapan dana lainnya sehingga kasus tersebut semakin meningkat tajam dan kian memprihatinkan. Kasus tersebut muncul karena mudahnya pelaku menerapkan semacam penipuan atau fraud sehingga kejahatannya sulit dididentifikasi dan hanya pengadilan forensikyang bisa melacaknya.
Setidaknya ada tiga langkah yang dapat dilakukan untuk memerangi korupsi di samping upaya hukum antara lain preventif atau pencegahan, edukatif atau pemberdayaan, dan terakhir investigatif atau pengungkapan kasus yang dapat dilakukan dengan cara audit forensik.
Audit forensik  mampu menekan kasus kriminal yang berkaitan dengan keuangan di Indonesia seperti korupsi, pencucian uang, transaksi ilegal dan sebagainya. Terlebih kasus tersebut sering terjadi di lingkungan pemerintahan sehingga menghambat pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik.
Dr. Christoph Behrens, narasumber dari Center of Good Governance mengungkapkan  kelebihan  investigasi audit forensik dibandingkan investigasi lainnya adalah independen, jauh dari kecurangan dan teliti karena setiap laporan keuangan yang masuk dihitung dan diperiksa hingga detail oleh auditor yang kompeten. Sehingga apabila ditemukan indikasi fraud atau penyimpangan termasuk korpusi dapat dideteksi bahkan dicegah. Menurutnya, Audit forensik adalah alat pengontrol dan investigasi setiap kegiatan keuangan pemerintah pusat dan daerah sehingga dapat diketahui hasil bahkan pelanggarannya. Dengan itu, dapat mencegah tindakan pidana yang mungkin terjadi serta mewujudkan pemerintah yang baik serta profesional.
Prof Dr Margareth Gfrerer juga menyebutkan bahwa audit forensik dapat dilakukan dengan sistem pengendalian internal terutama melalui penerapan manajemen resiko. Sistem pengendalian tersebut dapat berjalan apabila didukung kebijakan dari bawah hingga atas dengan skema prosesauditing, evaluasi, monitoring, dan  pelaporan. Dengan penerapan sistem seperti itu akan meminimalisasi timbulnya resiko seperti, pelanggaran dan kasus korupsi yang terjadi sehingga mewujudkan upaya good governance yang berlandaskan transparansi dan akuntabilitas.





BAB III
PEMBAHASAN

CONTOH PENERAPAN AUDIT FORENSIK DALAM KASUS HAMBALANG
1.      Kasus Hambalang
Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center).
Kemudian, pada tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu. Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup, Bogor. Tim melihat, lahan di Hambalang itu sudah memenuhi semua kriteria penilaian tersebut di atas. Sehingga lokasi tersebut dipilih untuk dibangun.
Menindaklanjuti pemilihan Hambalang, Dirjen Olahraga Depdiknas langsung mengajukan permohonan penetapan lokasi Diklat Olahraga Pelajar Nasional kepada Bupati Bogor. Bupati Bogor menyetujui dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Bogor nomor 591/244/Kpes/Huk/2004 tanggal 19Juli 2004.  Sambil menunggu izin penetapan lokasi dari Bupati Bogor tesebut, pada 14 Mei 2004, Dirjen Olahraga telah menunjuk pihak ketiga yaitu PT LKJ untuk melaksanakan pematangan lahan dan pembuatan sertifikat tanah dengan kontrak No.364/KTR/P3oP/2004 dengan jangka waktu pelaksanaan sampai dengan 9 November 2004 senilai Rp4.359.521.320.
Namun, ternyata lokasi Hambalang itu masuk zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi sesuai dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM. Sesuai dengan sifat batuannya, PVMBG menyarankan untuk tidak mendirikan bangunan di lokasi tersebut karena memiliki risiko bawaan yang tinggi bagi terjadinya bencana alam berupa gerakan tanah.
Selain itu, status tanah di lokasi dimaksud masih belum jelas, meskipun telah dikuasai sejak pelepasan/pengoperan hak garapan dari para penggarap kepada Ditjen Olahraga setelah realisasi pembayaran uang kerohiman kepada para penggarap sesuai Berita Acara Serah Terima Pelepasan/Pengoperan Hak Garapan tertanggal 19 September 2004. 
Sejak itulah area tanah tersebut diakui sebagai aset Ditjen Olahraga dan kemudian pada tanggal 18 Oktober 2005 diserahterimakan kepada organisasi baru yaitu Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) setelah Ditjen Olahraga berubah menjadi Kemenpora. Menpora saat itu, Adhyaksa Dault mengakui bahwa untuk membangun pusat olahraga pihaknya mengajukan anggaran sebesar Rp125 miliar. Karena proyek tersebut awalnya bukan untuk pembangunan pusat olahraga. Melainkan hanya pembangunan sekolah olahraga. "Rekomendasi awalnya, di sana hanya untuk bangun sekolah olahraga dua lantai dan saya tidak tahu bagaimana ceritanya berubah menjadi sport center," kata Adhyaksa saat berbincang dengan VIVAnews.
Nilai proyek ini kemudian melejit hingga Rp2,5 triliun saat Kemenpora dipimpin oleh Menteri Andi Mallarangeng. Hal tersebut terungkap dalam audit Hambalang, bahwa pada tanggal 8 Februari 2010 dalam Raker antara Kemenpora dengan Komisi X, Menpora menyampaikan rencana Lanjutan Pembangunan tahap I P3SON di Bukit Hambalang Rp625.000.000.000. Permintaan itu diajukan karena dalam DIPA Kemenpora TA 2010 baru tersedia Rp125 miliar. Menpora Andi Mallarangeng juga menyampaikan bahwa usulan tersebut merupakan bagian rencana pembangunan P3SON Bukit Hambalang Sentul yang secara keseluruhan memerlukan dana sebesar Rp2,5 triliun. 
Andi Mallarangeng pun menghormati hasil audit BPK atas proyek Hambalang tersebut. Bahkan dirinya mendukung perlu adanya pihak yang bertanggung jawab jika memang ditemukan adanya penyimpangan. "Sebagai menteri tentu saya menjalankan tugas sebaik-baiknya termasuk dalam hal pengawasan," kata Andi.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo menyebut total kerugian negara akibat Proyek Hambalang sebesar Rp463,67 miliar. Hal itu disampaikan dalam paparan laporan hasil audit Hambalang Jilid II di ruang pimpinan DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (23/8). "BPK menyimpulkan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp463,67 miliar akibat adanya indikasi penyimpaangan dan penyalahgunaan wewenang wewenang yang mengandung unsur-unsur pidana yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan P3SON Hambalang," paparnya.
Pelanggaraan tersebut terletak pada beberapa tahapan. Pertama, proses pengurusan hak atas tanah. Kedua, proses pengurusan izin pembangunan. "Ketiga, proses pelelangan. Keempat, proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak," tambahnya. Kelima, pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan keenam, pembayaran dan aliran dana yang diikuti rekayasa akuntansi.
Terkait proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak, BPK juga menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 56/PMK.02/2010 yang diganti dengan PMK Nomor: 194/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diduga mengalami penurunan makna substantif dalam proses persetujuan Kontrak Tahun Jamak. Hal ini dapat melegalisasi penyimpangan semacam kasus hambalang untuk tahun-tahun berikutnya.
2.      Hasil Audit Forensik Kasus Hambalang
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)  Hadi Purnomo memaparkan sejumlah hasil audit terhadap kasus Hambalang ke DPR.  Menurutnya laporan audit investigasi kasus Hambalang dilakukan dua tahap. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kasus Hambalang tahap I dilakukan pada 30 Oktober 2012. 
Hasilnya telah disampaikan ke DPR. Dalam LHP tahap I, BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan atau penyalahgunaan wewenang dalam proses persetujuan tahun jamak, proses pelelangan, proses pelaksanaan konstruksi, dan dalam proses pencarian uang muka yang dilakukan pihak terkait dalam pembangunan Hambalang yang mengakibatkan timbulnya indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 263,66 miliar.
Artinya, LHP tahap I dan II merupakan satu satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya secara komprehensif menyajikan berbagai dugaan penyimbangan dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam pembangunan Hambalang.
Dalam LHP tahap II, terang Hadi, BPK menyimpulkan terdapat indikasi penyimpangan dan/atau penyalahgunaan wewenang yang mengandung penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam pembangunan proyek hambalang. Penyimpangan wewenang itu terjadi pada proses pengurusan hak atas tanah, proses izin pembangunan, proses pelelangan, proses persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pembayaran, dan aliran dana yang di ikuti dengan rekayasa akuntasi dalam proyek Pusat Pendidiakn Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON), Hambalang.. Dalam LHP tahap II ini BPK kembali menemukan adanya penyimpangan dalam proses pengajuan dan kerugian negara mencapai Rp471 miliar.
Berikut kesimpulan LHP tahap II BPK soal Hambalang;
1)      Bahwa permohonan persetujuan kontrak tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri Keuangan atas proyek pembangunan P3 SON Hambalang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku, sehingga selayaknya permohonan tersebut tidak dapat disetujui Menteri Keuangan.
2)      Bahwa pihak-pihak terkait secara bersama-sama diduga telah melakukan rekayasa pelelangan untuk memenangkan rekanan tertentu dalam proses pemilihan rekanan pelaksana proyek pembangunan P3 SON Hambalang.
3)      Bahwa pihak Kemenpora selaku pemilik proyek tidak pernah melakukan studi amdal maupun menyusun DELH (Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup) terhadap proyek pembangunan P3 SON Hambalang sebagaimana yang diamanatkan UU Lingkungan Hidup. Persyaratan adanya studi amdal terlebih dahulu sebelum mengajukan izin lokasi, site plan, dan IMB kepada Pemkab Bogor tidak pernah dipenuhi oleh Kemenpora.

Terkait dengan persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, BPK juga menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan No 56/2010 yang diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 
Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 patut diduga bertentangan dengan Pasal 14 UU No 1/2004. Peraturan tersebut diduga untuk melegalisasi dugaan penyimpangan yang telah terjadi. Pencabutan Permenkeu No 56/2010,mengindikasikan adanya pembenaran atas ketidakbenaran atau penyimpangan atas Pasal 14 UU No 1/2004. Berbagai indikasi penyimpangan yang dimuat dalam LHP tahap I dan II mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 463,67 miliar. Yaitu senilai total dana yang telah dikeluarkan oleh negara untuk pembayaran proyek pada 2010 dan 2011 sebesar Rp  471, 71 miliar. Dikurangi dengan nilai uang yang masih berada pada KSO AW sebesar Rp 8,03 miliar.
Kesimpulan tersebut, didasarkan pada fakta-fakta sebagai berikut. Kemenpora tidak pernah memenuhi persyaratan untuk melakukan studi amdal sebelum mengajukan izin lokasi. Kemudian, setplant dan izin mendirikan bangunan kepada pemkab Bogor atau menyusun dokumen evalusi lingkungan hidup mengenai proyek Hambalang. 
Permohonan persetujuan tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri Keuangan atas proyek Pembangunan Hambalang, kata Hadi, tidak memenuhi persyaratan sebagai mana yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Sehingga sudah seharusnya  permohonan tersebut ditolak.




BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Audit forensik dapat didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu keadaan yang memiliki konsekuensi hukum. Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan. Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan menerapkan Audit Forensik. Audit forensik  mampu menekan kasus kriminal yang berkaitan dengan keuangan di Indonesia seperti korupsi, pencucian uang, transaksi ilegal dan sebagainya. Terlebih kasus tersebut sering terjadi di lingkungan pemerintahan sehingga menghambat pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik.
            Dalam kasus Hambalang Audit Forensik dibutuhkan untuk mengungkap kecurangan yang terjadi dalam kasus tersebut. Hal tersebut juga penting untuk pengembangan kasus dugaan korupsi Hambalang yang tengah ramai dibicarakan saat ini.

B.     SARAN
·         Kepada para peneliti dapat disarankan untuk melakukan penelitian empiris yang bertujuan untuk memformulasikan kelembagaan ideal dari profesi akuntan forensik di Indonesia. 
·         Kepada praktisi akademis dapat disarankan untuk merancang kurikulum pendidikan yang memungkinkan untuk dihasilkannya tenaga akuntan forensik yang kompeten. 
·         Penelitian empiris juga penting dilakukan untuk menguji tipologi korupsi dan relevansi model fraud triangle sebagai penyebab tindakan orang melakukan tindakan korupsi di Indonesia.
·         Dalam penanganan kasus Hambalang, kegiatan audit forensik dinilai masih sangat lamban, sehingga perlu adanya peningkatan kinerja dan upaya dari tim auditor forensik pemerintahan
DAFTAR PUSTAKA
Akuntono, Indra. (2013, 13 September).BAKN.Ajukan Tiga Rekomendasi Terkait Kasus Hambalang. http://nasional.kompas.com/read/BAKN-Ajukan-Tiga-Rekomendasi-Terkait-Kasus-Hambalang. Diakses pada 27 November 2013, 01:05.

Dahono. (2013) 03 Januari. Audit forensik membedah fraud dan litigasi.http://itjen.deptan.go.id/479-auditforensikmembedahfrauddanligitasi. Diakses pada 27 November 2013, 02:10.

Dewi, Apristia Krisna. (2011, 23 Juni). Audit Forensik Bantu Wujudkan Good Governance. http://www.uinjkt.ac.id. Diakses pada 27 November 2013, 01:10.

Fajar, Ajat M. (2013, 23 Agustus ). Inilah Hasil Audit Tahap II BPK Soal Hambalang. http://nasional.inilah.com. Diakses pada 27 November 2013, 01:10.

Farahdina, Gita. (2013, 23 Agustus). BPK: Kasus Hambalang Rugikan Negara Rp463,67 Miliar. http://Metrotvnews.com. Diakses pada 27 November 2013, 00:30.
Hopwood, William, George Young, Jay Leiner. Forensic Accounting. http://Amazon.com: (9780073526850):Books.

Keris, Panji. (2012, 24 April). Gambaran Umum Audit Forensik.http://panjikeris.wordpress.com/2012/04/24/audit-forensik/. Diakses pada 27 November 2013, 02:47.

Novita, Dyah Ratna Meta. (2013, 23 Agustus). Berikut Hasil Audit BPK Soal Hambalang. http://Republika.co.id Diakses pada 27 November 2013, 01:05.

Purjono. 2013. Peran Audit Forensik Dalam Memberantas Korupsi Di Lingkungan Instansi Pemerintah. Suatu Tinjauan Teoritis. [pdf]. Diakses pada 27 November 2013, 01:05.
Tuanakotta, Theodorus M. 2007. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Seri Departemen Akuntansi FEUI. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar