RANGKUMAN KEBUDAYAAN TRADISI ISLAM
1. Halal Bihalal
Tradisi halal bihalal merupakan tradisi khas yang
dilakukan bangsa Indonesia. Dikatakan khas karena di Arab Saudi sebagai tempat
awal mula Islam lahir tidak ditemukan tradisi halal bihalal. Halal bihalal
dilakukan pada bulan Syawal setelah umat Islam melaksanakan ibadah puasa di
bulan Ramadhan. Dengan demikian tradisi halal bihalal sangat erat kaitanya
denganperayaan Idul Fitri.
Tujuan kegiatan halal bihalal adalah untuk
menjalin tali silaturahmi dan saling
memaafkan. Halal bihalal dilakukan di berbagai lapisan masyarakat,
mulai tingkat keluarga,
RT, RW, Desa, Kecamatan bahkan di istana kepresidenan pun dilakukan
tradisi halal bihalal.
Tradisi Halal bihalal bersumber dari ajaran Islam, namun dalam perkembangannya
halal
bihalal tidak hanya melibatkan umat Islam saja, namun sudah menjadi
tradisi nasional yang
bernafaskan Islam.Istilah Halal bihalal berasal dari bahasa Arab
(halla atau halal) tetapi tradisi halal bi halal itu sendiri bukan berasal dari
Timur Tengah. Bahkan bisa jadi ketika arti kata ini ditanyakan kepada orang
Arab, mereka akan kebingungan dalam menjawabnya. Demikian juga dengan kata
silaturrahmi yang pemakaiannya telah salah kaprah. Yang benar adalah
silaturrahim
Halal bi Halal sebagai sebuah tradisi khas Islam Indonesia lahir
dari sebuah proses sejarah.
Tradisi ini digali dari kesadaran batin tokoh-tokoh umat Islam masa
lalu untuk membangun
hubungan yang harmonis (silaturrahim) antar umat. Dengan acara halal
bi halal, pemimpin
agama, tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah akan berkumpul, saling
berkomunikasi dan saling bertukar informasi. Dari komunikasi yang terbangun
diharapkan berbagai persoalan akan
dicarikan jalan keluarnya.
Pada acara halal bi halal semua orang mengucapkan
mohon ma'af lahir dan batin. Hal ini mengandung maksud bahwa ketika secara
lahir telah mema'afkan yang ditandai dengan berjabat tangan atau mengucapkan
kata ma'af, maka batinnya juga harus dengan tulus memaafkan dan tidak lagi
tersisa rasa dendam dan sakit hati.
2. Kupatan (Bakdo Kupat)
Di Pulau Jawa bahkan sudah berkembang ke
daerah-daerah lain terdapat tradisi kupatan. Tradisi membuat kupat ini biasanya
dilakukan seminggu setelah Idul Fitri. Biasanya masyarakat berkumpul di suatu
tempat seperti mushala dan masjid untuk mengadakan selamatan dengan hidangan
yang didominasi kupat (ketupat).
Kupat merupakan makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus
anyaman (longsong)
dari janur kuning (daun kelapa yang masih muda) tersebut banyak
dijumpai di pasar-pasar
dalam bentuk matang atau hanya longsongnya dan bisa dimasak sendiri.
Dan saat ini ketupat menjadi maskot Hari Raya Idul Fitri.
Longsong yang terbuat dari daun kelapa tersebut
diisi beras yang telah direndam air, selanjutnya direbus berjam-jam hingga
matang. Makanan pengganti nasi tersebut biasa
disajikan bersama sayur pelengkap, termasuk opor dan lainnya.
Ketupat memang sebagai makanan khas lebaran, walau dalam masyarakat
Jawa baru
dijumpai seminggu setelah hari besar tersebut. Makanan itu ternyata
bukan sekadar sajian pada hari kemenangan, tetapi punya makna mendalam dalam
tradisi Jawa.
Oleh para Wali, tradisi membuat kupat itu dijadikan sebagai sarana
untuk syiar agama.
Dalam tradisi tersebut dihadirkan upacara kupatan yang
perlengkapannya menggunakan ketan, kolak, dan apem (serabi) yang diberi wadah
daun pisang yang dibentuk sedemikian rupamenjadi takir.
Ketan sebagai perlambang yang diambil dari kata khatam (selesai), takir dari
kata zikir, dan apem dari kata afwan atau ampunan.
Oleh sebagian besar masyarakat, kupat juga menjadi singkatan atau
di-jarwo dhosok-kan menjadi rangkaian kata yang sesuai dengan momennya
yaitu Lebaran. Kupat adalah singkatan dari ngaku lepat (mengakui
kesalahan) dan menjadi simbol untuk saling memaafkan.
3. Dugderan di Semarang
Tradisi dugderan merupakan tradisi khas yang
dilakukan oleh masyarakat Semarang, Jawa Tengah. Tradisi Dugderan dilakukan
untuk menyambut datangnya bulan puasa.Tradisi dugderan biasanya diawali dengan
pemberangkatan peserta karnaval dari Balaikota Semarang. Diperkirakan sekitar
pukul 12.15 WIB peserta karnaval diberangkatkan dengan penyerahan penghargaan
bagi peserta lomba “Warak Ngendog” (semacam patung yang menjadi maskot
dugderan). Acara karnaval ini diikuti seluruh kecamatan. dan untuk memeriahkan
acara tersebut juga menampilkan Warag Dugder. Selanjutnya iring-iringan
karnaval menuju masjid Kauman Semarang.
Ritual dugderan akan dilaksanakan setelah shalat
Asar yang diawali dengan musyawarah untuk menentukan awal bulan Ramadan yang
diikuti oleh para ulama. Hasil musyawarah itu kemudian diumumkan kepada
khalayak. Sebagai tanda dimulainya berpuasa dilakukan pemukulan bedug. Hasil
musyawarah ulama yang telah dibacakan itu kemudian diserahkan kepada Kanjeng
Gubernur Jawa Tengah. Setelah itu Kanjeng Bupati Semarang (Walikota Semarang)
dan Gubernur bersama-sama memukul bedug kemudian diakhiri dengan doa. Ketika
perayaan dugderan dilaksanakan, masayarakat Semarang dan sekitarnya
berduyunduyun menyaksikan karnaval ini. Dalam acara ini biasanya juga
dipentaskan tarian Jipin yang dibawakan oleh 100 penari dari Semarang dan Demak
4. Sekaten di Surakarta dan Yogyakarta
Tradisi Sekaten dilaksanakan setiap tahun di
Karaton Surakarta Jawa Tengah dan Keraton Yogyakarta. Tradisi ini dilaksanakan
dan dilestarikan sebagai wujudMikul Dhuwur Mendhem Jero (kegiatan
mengenang jasa-jasa) dari Karaton Surakarta maupun Yogyakarta terhadap perjuangan
Walisongo yang telah berhasil menyebarkan tuntunan Nabi Muhammad s.a.w. di tanah
Jawa. Kelahiran Nabi Muhammad saw. tersebut konon diperingati oleh para wali
dikeraton Demak selama seminggu, dari tanggal 5- 15 Rabiul Awwal. Peringatan
yang lazim dinamai Maulud Nabi itu, oleh para wali disebut Sekaten, yang
berasal dari kata Syahadatain(dua kalimat Syahadat).
Jadi, Sekaten diadakan untuk melestarikan tradisi
para wali dalam memperingati kelahiranNabi Muhammad saw. Sebagai tuntunan bagi
umat manusia. Diharapkan masyarakat yang datang ke Sekaten juga mempunyai
motivasi untuk mendapatkan berkah dan meneladani Nabi Muhammad saw. Semangat
perayaan Sekaten diharapkan dapat mendorong manusia meningkatkan rasa tasamuh
(toleran), bisa saling memaafkan dan berlapang dada, pandai bersyukur, meningkatkan
takwa, serta tidak takabur. Semangat itulah yang perlu diteladani dari
Walisongo dan Nabi Muhammad saw.
Dengan demikian, perayaan Sekaten pada hakikatnya
diperuntukkan bagi mereka yang menghendaki tuntunan; hal yang memang
dikehendaki oleh Walisongo. Dalam upacara Sekaten tersebut disuguhkan gamelan
pusaka peninggalan dinasti
Majapahit yang telah dibawa ke Demak. Suguhan ini sebagai pertanda
bahwa dalam berdakwah para wali mengemasnya dengan menjalin kedekatan kepada
msyarakat.Tradisi menabuh gamelan dilestarikan di Karaton Surakarta, tepatnya
di Bangsal Pagongan, Mesjid Agung Karaton Surakarta. Sedangkan di Yogyakarta
dilaksanakan di kompleks Masjid Gede Kauman dengan menyuguhkan dua gamelan
pusaka keraton,yaitu Kiai Nagawilaga dan Kiai Guntur Madu.
Gamelan yang disuguhkan di Surakarta adalah
Gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai
Guntur Sari. Makna yang dapat diambil dari kedua gending gamelan itu
adalah ajaran
menganai Syahadat Tauhid, yakin pada adanya Allah SWT, dilambangkan
dalam gendhing
‘Rembu’, berasal dari kata Robbuna yang artinya Allah Tuhanku.
Ajaran lain yang
disampaikan adalah Syahadat Rosul yang dikumandangkan dengan
Gendhing ‘Rangkung’,
berasal dari kata Roukhun yang artinya Jiwa Besar
atau Jiwa Yang Agung. Jiwa besar dan
agung itu adalah teladan dari Nabi Muhammad saw yang berdakwah
dengan sabar, tekun, ulet,pemaaf, dan sangat mencintai umatnya.
5. Kerobok Maulid di Kutai dan Pawai Obor di Manado
Di Provinsi Kalimantan Timur, tepatnya kawasan
Kedaton Kutai Kartanegara juga
dieselenggarakan tradisi yang dinamakan dengan Kerobok Maulid.
Istilah Kerobok berasal dari Bahasa Kutai yang artinya berkerubun atau
berkerumun oleh orang banyak. Tradisi ini
dilaksanakan dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW,
tanggal 12 Rabiul Awwal. Tradisi Kerobok Maulid dipusatkan di halaman Masjid
Jami' Hasanuddin, Tenggarong.
Kegiatan Kerobok Maulid ini diawali dengan
pembacaan Barzanji di Masjid Jami
Hasanudin Tenggarong. Kemudian dari Keraton Sultan Kutai, puluhan
prajurit Kesultanan akan keluar dengan membawa usung-usungan yang berisi
makanan kue tradisional, puluhan bakul Sinto atau bunga/kembang rampai dan
Astagona.
Usung-usungan ini kemudian dikelilingkan antara
Keraton dan Kedaton Sultan dan
berakhir di Masjid Hasanuddin. Kedatangan prajurit keraton dengan
membawa Sinto, Astagona dan kue-kue di Masjid Hasanudin ini akan disambut
dengan pembacaan Asrakal yang kemudian membagi-bagikannya kepada warga
masyarakat yang ada di dalam Masjid.
Akhir dari upacara Kerobok ini ditandai dengan penyampaian hikmah
maulid oleh seorang
ulama. Sementara itu bagi masyarakat penonton dan wisatawan yang
berada di luar masjid pihakPemkab Kukar akan membagi-bagikan makanan berupa
kue-kue secara gratis.
Lain halnya di Kutai, untuk memperingati Maulid
nabi Muhammad SAW warga muslim diKota Manado, Sulawesi Utara, menggelar tradisi
pawai obor. Obor yang dibawa berpawai oleh ribuan warga membuat jalan-jalan di
Kota Manado terang. Bagi warga muslim setempat pawai obor sudah jadi tradisi
dan dilaksanakan turun-temurun sebagai simbol penerangan. Lebih lanjur simbol
penerangan itu bermakna bahwa kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah membawa ajaran
yang menjadi cahaya penerang iman saat manusia hidup dalam kegelapan dalam kemusyrikan.
6. Grebeg Besar di Demak
Tradisi Grebeg Besar merupakan upacara tradisional
yang setiap tahun dilaksanakan diKabupaten Demak Jawa Tengah. Tradisi ini
dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah bertepatan dengan datangnya Hari raya
Idul Adha atau Idul Kurban. Tradisi ini cukup menarik karena Demak merupakan
pusat perjuangan Walisongo dalam berdakwah.
Pada awalnya Grebeg Besar dilakukan tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428
Caka dan
dimaksudkan sekaligus untuk memperingati genap 40 hari peresmian
penyempurnaan Masjid Agung Demak. Mesjid ini didirikan oleh Walisongo pada
tahun 1399 Caka, bertepatan 1477 Masehi. Tahun berdirinya masjid ini tertulis
pada bagianCandrasengkala ”Lawang TrusGunaning Janmo”.
Pada tahun 1428 Caka tersebut Sunan Giri
meresmikan penyempurnaan masjid Demak. Tanpa diduga pengunjung yang hadir
sangat banyak. Kkesempatan ini kemudian digunakan para Wali untuk melakukan
dakwah Islam. Jadi, tujuan semula Grebeg Besar adalah untuk merayakan Hari Raya
Kurban dan memperingati peresmian Masjid Demak. Namun pada tahun 1970-an,
tradisi Grebeg Besar ini hampir-hampir dilupakan masyarakat, terbukti dengan
semakin berkurangnya jumlah pengunjung yang datang.Ketika ituBupati Demak Drs.
Winarno bersama Kepala Dinas Pariwisata Jateng Drs. Sardjono, memiliki gagasan
mengembangkan pariwisata untuk menambah daya tarik pengunjung. Kemudian dibuatlah
atraksi upacara penyerahan minyak jamas dari Keraton Surakarta kepada Bupati Demak,
diiringi prajurit ”Patangpuluhan” yang jumlahnya empat puluh orang.
Pakaian prajurit ini dirancang oleh Dinas
Pariwisata Jateng, sedangkan untuk aba-aba baris-berbaris dilatih secara khusus
oleh anak wayang kelompok ”Ngesti Pandowo”. Juga masih ditambah lagi dengan
atraksi pemotongan ”Tumpeng Sanga” yang melambangkan Wali Sanga karena jumlah
tumpengnya sembilan buah. Di luar dugaan, dengan ditambahkannya even ini, pengunjung
Grebeg Besar semakin banyak.
Upacara dimulai setelah melakukan salat Idul Adha
di Masjid Agung Demak kemudian diteruskan dengan prosesi iring-iringan prajurit
yang mengawal minyak jamas, minyak untuk memandikan pusaka, yang didatangkan
dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Iring-iringan ini dimulai dari Pendopo
Kabupaten Demak sampai ke Makam Kadilangu. Begitu datang, sudah siap para
kerabat dan keturunan yang kemudian melakukan penjamasan peninggalan pusaka Sunan
Kalijaga berupa Kutang Ontokusumo, Keris Kyai Crubuk, dan Kyai Sengkelat.
7. Tradisi Rabu Kasan di Bangka
Tradisi Rebo Kasan dilaksanakan di Kabupaten
Bangka setiap tahun, tepatnya pada hari rabu terakhir bulan Safar. Hal ini
sesuai dengan namanya, yakni Rabu Kasan berasal dari kara Rabu Pungkasan
(terakhir).
Upacara Rabu Kasan sebenarnya tidak hanya dilakukan di Bangka saja,
namun di daerah lain seperti di Bogor jawa Barat dan Gresik Jawa Timur. Pada
dasrnya maksud dari tradisi ini sama, yaitu untuk memohon kepada Allah SWT agar
dijauhkan dari bala’ (musibah dan bencana).
Di Kabupaten Bangka, tradisi ini dipusatkan di
desa Air Anyer Kecamatan Merawang. Sehari sebelum upacara Rabu Kasan di Batam
diadakan, semua penduduk telah
menyiapkan segala keperluan upacara tersebut seperti ketupat tolak
balak, air wafak dan makanan untuk dimakan bersama pada hari Rabu esok hari.
Tepat pada hari Rabu Kasan, kira-kira pukul 07.00
WIB semua penduduk yang akan
mengikuti upacara telah hadir ke tempat upacara dengan membawa
sedulang makanan, ketupat tolak bala sebanyak jumlah keluarga masing-masing.
Setelah berkumpul semua sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan baru acara
segera dimulai. Pertama berdirilah seorang di depan pintu masjid dan menghadap
keluar lalu mengumandangkan adzan.
Lalu disusul dengan pembacaan do’a bersama-sama.
Selesai berdo’a semua yang hadir menarik/melepaskan anyaman ketupat tolak balak
yang terlah tersedia tadi, satu persatu menurut jumlah yang dibawa sambil
menyebut nama keluarganya masing-masing.
Setelah selesai acara melepaskan anyaman ketupat tolak balak
tersebut baru mereka makan. Setelah makan bersama, lalu masing-masing pergi
mengambil air wafak yang telah disediakan termasuk untuk semua keluarganya yang
ada di rumah masing-masing.
Setelah selesai acara ini mereka pulang dan bersilahturahmi ke rumah
tetangga/keluarganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar