Sabtu, 28 Januari 2017

tradisi barasanji bugis makassar



MABBARAZANJI DALAM KEPERCAYAAN MASYARAKAT BUGIS MAKASSAR
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkG7yH6y8qdV13zOMo-Q1PpbBkcEZR04VmP5xXOLqYqhHjC9zp_A74cC-zbiEStoTYttmzj_UvCrXIEcRfjjE9Fewy7PdAC5Wl-M4wVvyTwGaNuy1wJODjk-hn8YmQXRngRXzaofF4bO8/s1600/12976915622091361929_300x198.50543478261.jpg
     Indonesia adalah negara kepulauan yang wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan beragam suku dan ras sehingga menghasilkan kebudayaan yang beraneka ragam pula. Kebudayaan dan tradisi yang beraneka ragam itu masih bisa kita saksikan hingga sekarang ini. Berbicara tentang tradisi yang ada di Indonesia, tidak terlepas dari pengaruh budaya leluhurnya. Sebelum Islam datang ke Nusantara, masyarakat Indonesia sudah mengenal agama Hindu dan Budha, bahkan sebelum kedua agama itu datang masyarakat sudah mengenal kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Tapi setelah Islam datang, terjadi akulturasi antara tradisi masyarakat setempat dengan Islam.

      Seiring perkembangan zaman, dalam masyarakat yang ingin serba praktis dan singkat, banyak tradisi masyarakat yang tidak bertahan sampai sekarang. Meskipun demikian, masih banyak juga tradisi yang masih bertahan sampai sekarang, salah satunya adalah tradisi pembacaan kitab Barzanji. Pembacaan kitab ini tidak hanya dilakukan di wilayah Indonesia yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, tapi tradisi ini juga dilakukan oleh kebanyakan umat Islam yang tersebar di seluruh penjuru dunia untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw.

     Tradisi pembacaan kitab Barzanji sebenarnya bukanlah hal yang wajib dilakukan oleh umat Islam atau pun sebuah ritual yang harus dilakukan di setiap hari kelahiran Nabi. Barzanji hanya dilakukan untuk mengambil hikmah dan meningkatkan kecintaan umat terhadap nabinya, menjadikannya suri tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi Barzanji di Indonesia sudah merupakan hal yang lazim dilakukan oleh masyarakatnya. Pembacaan kitab Barzanji pun tidak hanya dilakukan pada saat perayaan hari kelahiran nabi saja, tetapi juga dilakukan ketika merayakan kelahiran anak, khitanan, perkawinan, dan sebagainya. Tujuannya memohon berkah kepada Allah agar apa yang dihajatkan terkabul.

      Walaupun Barzanji sudah menjadi tradisi umum yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, bukan berarti di setiap daerah memahami tradisi Barzanji sama dengan daerah lainnya. Seperti halnya masyarakat Bugis, mereka memahami Barzanji sebagai sesuatu yang sakral dan “wajib” dilakukan ketika melaksanakan suatu upacara adat. Tanpa Barzanji suatu upacara adat dikatakan belum sempurna. Bagi mereka, Barzanji merupakan penyempurna dari upacara adat yang mereka lakukan. Sebagian besar masyarakat juga percaya, bahwa orang yang melakukan hajatan tanpa melaksanakan Barzanji akan mendapat musibah. Dari penjelasan tersebut peneliti berkesimpulan, bahwa kesakralan dari Barzanji bukan terletak pada buku Barzanjinya, siapa yang membacanya atau siapa yang mengadakannya, tapi letak kesakralannya pada tradisi atau acara Barzanji itu sendiri.

Sebelum datangnya Islam di Sulawesi Selatan, masyarakat Bugis-Makassar membaca Kitab I La Galigo pada upacara adat yang mereka laksanakan. Dalam bukunya berjudul Manusia Bugis, Cristian Pelras menceritakan bahwa Kitab La Galigo adalah kitab yang disakralkan oleh masyarakat Bugis-Makassar. Sebelum kitab ini dibaca harus diadakan ritual-ritual tertentu.

      Setelah Islam datang, selain kitab Barzanji, naskah I La Galigo juga masih dibaca oleh masyarakat Bugis. Mulai akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX pembacaan Barzanji telah menggantikan pembacaan naskah-naskah I La Galigo dalam upacara syukuran.Kedatangan Islam di tanah Bugis tidak mengubah secara keseluruhan tradisi atau adat istiadat mereka, di sini terjadi percampuran antara kepercayaan masyarakat pribumi sebelum datangnya Islam dan setelah diterimanya ajaran Islam. Hal tersebut bisa kita saksikan pada upacaraMenre Aji.Pada upacara ini, terlihat jelas adanya perpaduan antara budaya Islam dan pra-Islam, yang bisa kita saksikan pada ritual yang dilakukan sebelum pembacaan Barzanji atau pun pada acara Barzanji itu sendiri. Pembacaan Barzanji merupakan bentuk budaya Islam, sedangkan jenis makanan yang disajikan sebelum dan saat pembacaan Barzanji pada upacara Menre Aji merupakan bentuk kebudayaan pra-Islam.

       Jenis makanan tersebut juga tidak begitu beda dengan sajian makanan perayaan masyarakat to-Lotang yang bukan Islam.Tradisi Barzanji masyarakat Bugis. memang unik dibanding tradisi Barzanji yang dilakukan oleh masyarakat di daerah lain yang ada di Indonesia. Keunikannya terletak pada Barzanji yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat, yang harus dilaksanakan di setiap upacara adat mereka, serta adanya akulturasi Islam dan pra-Islam pada tradisi tersebut. Hal inilah yang menarik untuk diteliti dan diadakan penelusuran lebih jauh mengenai tradisi Barzanji.
      Benang merah antara agama dan budaya itu tentu sudah lama menorehkan sejumlah masalah, baik dari segi subtansinya, maupun tanggapan yang berkembang di tengah masyarakat. Diantara sekian banyak perdebatan itu antara lain menyangkut pembacaan barzanji (mabbarazanji), perayaan maulid (ammaudhu’) dengan segala baku’ dan kanre maudhu’-nya, asyura (ajjepe syura), upacara-upacara adat dan tradisi yang berkaitan dengan perayaan siklus hidup seperti : alahere, aqeqah, appatamma, khitanan adat (assunna), appabunting, dan ammateang. Begitu pula upacara adat lainnya seperti menre bola, mappalili, mappadendang, mattemmu taung), ziarah kubur (assiara ri kobbang), apparuru lopi atau ammocci biseang, appanaung, appanaik, dan lain sebagainya. Setiap upacara adat dan tradisi tersebut selalu disertai dengan pembacaan_kitab_barzanji.

       Hal ini terjadi pula pada Perayaan Hari - hari besar islam dengan nuansa dan warna sinkretisme, seperti perayaan maulid Nabi Muhammad SAW dengan rentetan acaranya sebagai berikut : appakarammula, ammone baku, ammode’ baku, angngantara kanre maudu’, pannarimang kanre maudu’, a’rate (assikkiri’), pammacang salawa, pattoanang, pabbageang kanre maudu. Perayaan hari-hari besar islam yang juga menghadirkan pembacaan “zikkiri – barazanji”, selain Maulid Nabi adalah : Isra Mi’raj, Sepuluh Muharram, bahkan pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, masih banyak masyarakat menyelenggarakan barzanji atau mengundang “pabaca doang” (Pembaca Doa, biasanya imam kampung atau anrong guru) ke rumahnya untuk membacakan segala jenis dan rupa makanan, yang diiringi bau asap kemenyan. Dalam pandangan agama (Islam), hal tersebut bisa dianggap musyrik (menyekutukan Allah) atau “bid’ah” (tidak ada dalam syariat_Islam/tidak_ada_tuntunannya_sebagaimana_yang_pernah_dicontohkan_dalam_kehidupan_Rasulullah_SAW).

       Seperti diketahui, Agama Islam masuk di Sulawesi Selatan, dengan cara yang sangat santun terhadap kebudayaan dan tradisi masyarakat Bugis Makassar. Bukti nyata dari sikap kesantunan Islam terhadap budaya dan tradisi Bugis Makassar dapat kita lihat dalam tradisi – tradisi keislaman yang berkembang di Sulawesi Selatan hingga kini. Seperti mengganti pembacaan kitab La Galigo dengan tradisi pembacaan barzanji, sebuah kitab yang berisi sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW, dalam setiap hajatan dan acara, doa – doa selamatan, bahkan ketika membeli kendaraan baru, dan lain sebagainya. Tradisi Mabbarazanji ini_merupakan_bukti_terjadinya_asimilasi_damai_dengan_budaya_Bugis_Makassar.

        Dengan semakin berkurangnya orang yang bisa membaca kitab barzanji, apakah ini merupakan awal kehancuran atau hilangnya tradisi masyarakat Bugis Makassar terkait perayaan atau penyelenggaraan upacara siklus hidup (alahere, aqeqah, appatamma, khitanan adat (assunna), appabunting, dan ammateang), ataukah akan muncul tradisi baru, tradisi lama tanpa pembacaan kitab barzanji, ataukah dengan gejala ini, merupakan suatu awal yang bagus bagi masyarakat islam bugis makassar untuk meninggalkan dan menanggalkan tradisi budayanya yang ‘kurang islami’, dan apakah benar membaca kitab barzanji merupakan suatu hal yang bid’ah dalam pandangan ajaran Islam.
Barazanji yang biasa dikenal dalam masyarakat Bugis sebagai nilai lain yang mengadung estetika tinggi dan kesakralan mempunyai macam-macam pembagian menurut apa yang ada dalam keseharian mereka seperti yang didapatkan sebagai berikut :

Barazanji Bugis ‘Ada’ Pa’bukkana’.
Barazanji Bugis ‘Ri Tampu’na’ Nabitta’.
Barazanji Bugis ‘Ajjajingenna’.
Barazanji Bugis ‘Mappatakajenne’.
Barazanji Bugis ‘Ripasusunna’.
Barazanji Bugis ‘Ritungkana’.
Barazanji Bugis ‘Dangkanna’.
Barazanji Bugis ‘Mancari Suro’.
Barazanji Bugis ‘Nappasingenna Alena’.
Barazanji Bugis ‘Akkesingenna’
Barazanji Bugis ‘Sifa’na Nabit’ ta’.
Barazanji Bugis ‘Pa’donganna’.
Barazanji Bugis ‘Ri Lanti’na’.

     Macam-macam dari Barazanji diatas apabila ditelaah dengan baik maka semua makna dari barazanji diatas menceritakan mengenai segala macam dari hal-hal keseharian kita. Maka seperti dikatakan tadi diatas pada pembuka pembahasan bahwa barazanji merupakan wujud penceritaan terhadap berbagai perilaku keseharian baginda Rasulullah Muhammad SAW dan sahabatnya. Yang mana tersirat makna lain mengenai nilai-nilai yang seirama atas apa yang juga dirasakan da nada dalam realitas social keseharian kita, yang mana sebenarnya menunjukkan bahwa seperti inilah jalan yang sebenarnya dilalui agar tidak sesat jalan yang seirama dengan Rasulullah dan sahabatnya.
    Maka dari ini, budaya barazanji yang ada pada masyarakat bugis sekiranya sulit akan pudar dalam kebudayaan dan keseharian masyarakat khususnya bugis Makassar. Karena ini sudah dianggap kewajiban lagi bukan sunah yang bisa saja tidak dilakukan. Maka dari itu sebagai Calon Antropolog maka harusnya untuk tetap memelihara dan tetap menjaga ke eksistensian budaya seperti ini maka harus ada penekanan dalam hal penyebaran kembali atau pengajaran kembali sebenarnya ada yang dikatakan seperti ini, ada budaya kita yang seperti ini, paling tidak dengan mengetahui bahwa ada yang seperti ini, budaya barazanji ini akan tetap stay dalam tradisi adat istiadat yang menjadi nilai plus dan harta berharga buat bangsa dan Negara yang wujudnya mempunyai banyak budaya semacam ini.


 

Tradisi Pembacaan Kitab Barazanji
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVSIRyXfT7dI2GKY2RkZTqaZeuMMawd0sEMLz7blVUL1GEe37Q-N8n4Pzsp5d5HSvhi1ZsEjYKP25KxYiVORFArdB6y3bDB8D8K3iIf1-WiE2CvHvmdwmeZvBXPb034exrTEDXvUAYBAkx/s1600/membaca_barzanji.jpg
pembacaan barzanji
Agama Islam masuk ke Sulawesi Selaan dengan cara yang sangat santun dan menghormati kebudayaan serta tradisi masyarakat Bugis Makassar. Buktinya dapat dilihat dalam tradisi-tradisi keislaman yang berkembang di Sulawesi Selatan hingga kini.
Tradisi mabbarazanji salah satunya, yaitu tradisi pembacaan Barazanji,  sebuah kitab yang berisi sejarah Nabi Muhammad SAW. Kitab tersebut dibacakan setiap hajatan dan acara doa-doa selamatan. Bahkan, ketima membeli kendaraan baru, dan lain sebagainya. Tradisi Mabbarazanji ini merupakan bukti terjadinya asimilasi damai antara budaya Bugis Makassar.
Sebelum kedatangan Islam di Sulawesi selatan, setiap diadakan acara atau ritual adat, seringkali diisi dengan pembacaan naskah I La Galigo dan Meongpalo Karellae. Para penyebar agama Islam tidak berusaha mematikan kreatifitas tradisional orang Bugis Makassar, namun mengislamkannya dengan jalan mengganti bacaan-bacaan tersebut dengan sejarah kehidupan Rasulullah SAW.
Islam mistik juga bergembang di wilayah Sulawesi Selatan. Konon, ketiga penyair Islam, Datuk Ditiro, Datuk Patimang, dan Datuk Ri Bandang memang sengaja dikirim ke Sulawesi Selatan untuk menyiarkan Islam karena ketiganya adalah penganut Islam yang kuat di bidang sufistik (tasawuf). Hal ini dimaksudkan untuk mensinergikan pengetahuan mistik masyarakat Bugis Makassar yang mereka pelajari dari naskah I La Galigo dan lontara-lontara peninggalan nenek moyang mereka.
Oh iya, pembacaan barazanji juga diadakan pada setiap perayaan siklus kehidupan, seperti perayaan alahere (kelahiran anak), aqeqah (aqiqah), appasunna (khitan), appatamma (menamatkan pendidikan atau bacaan alquran), appabunting (perkawinan), menre bola (naik rumah), baik ri makkah (akan berangkat haji), ammateang (kematian), dan lain sebagainya.

Pemacaan barazanji juga suka dijadikan ladang untuk mencari rezeki bagi anak-anak bahkan orang dewasa yang mondok di pesantren atau yang memang mempelajari cara pembacaan barazanji dengan indah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar