BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Takdir merupakan
hal penting yang harus dipercayai oleh setiap muslim. Karena sesesungguhnya
takdir kita telah ditentukan oleh Allah jauh sebelum kita diciptakan oleh
Allah. Jadi mempercayai takdir dengan sepenuh hati merupakan cerminan keimanan
seseorang. Semakin tinggi iman seseorang semakin yakinlah bahwa segala yang
diberikan Allah kepadanya merupakan ketentuan yang telah ditentukan.
Dan jikalau imannya
rendah maka dia akan menyesali setiap musibah yang ditimpakan kepadanya. Perlu
diingat bahwa, setiap hal yang telah ditentukan pasti terjadi. Dan takdir itu
ada yang bisa dirubah dengan berusaha, yaitu dengan do'a dan usaha. Jikalau
kita berhasil maka sesungguhnya Allahlah yang memindahkan kita dari takdir yang
jelek ke takdir yang baik.
Percaya kepada takdir
termasuk salah satu rukun iman yang ke 6. Iman kepada takdir ini mengandung
beberapa hikmah dan faedah yang sangat bermanfaat bagi manusia, mengandung
pendidikan yang baik serta sebagai sumber keseimbangan batin. Diantara hikmah
beriman kepada taqdir ialah:
1. Tenang
menghadapi berbagai macam masalah. Setiap manusia pasti selalu ada masalah.
Masalah itu kadang membuat kita pusing dan tidak tau berbuat apa. Ada yang
belum menyelesaikan tugas, rencana yang gagal, bangkrut semua itu sering
dialami okeh setip orang.Orang yang percaya kepada taqdir, mengetahui dan
menyadari bahwa segala sesuatu ini yang merencanakan Allah. Masalah apapun
tidak menjadikan jatuhnya kepercayaan dirinya sendiri.
2. Tidak putus asa. Percaya kepada taqdir adalah
sebagai obat yang mujarab terhadap hati yang terluka. Dia percaya dan tau bahwa
hidup bukan untuk bersenang-senang saja. Tetapi adalah untuk hidup,dalam hidup
itu pasti kita akan menghadapi kesulitan dan kegagalan. Maka dari itu kita
tidak boleh putus asa.
3. Sabar dan tidak mudah bosan. Orang yang
beriman kepada taqdir senantiasa akan sabar dan rajin dalam membina dan
menegakkan suatu usaha dan cita-cita yang belum berhasil akan ditekuni walaupun
dengan jeri payah dan banyak pengorbanan. Orang yang menjadi sabar karena Allah
tidak akan menyia-nyiakan jerih payah manusia.
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam makalah ini
penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
• Pengertian Takdir
• Macam – macam Takdir
• Hikmah Beriman Kepada Takdir
1.3 Batasan Masalah
Agar masalah
pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam
hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya
pada Pengertian, Macam-macam dan Hikmah Beriman Kepada Takdir.
1.4 Metode Pembahasan
Dalam hal ini
penulis menggunakan:
• Metode deskritif, sebagaimana
ditunjukan oleh namanya, pembahasan ini bertujuan untuk memberikan gambaran
tentang takdir manusia yang telah ditentukan Allah.
• Penelitian kepustakaan, yaitu
Penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, mengumpulkan data-data dan
keterangan melalui buku-buku dan bahan lainnya yang ada hubungannya dengan
masalah-masalah yang diteliti.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Takdir
Yang dimaksud
dengan istilah taqdir sebagai judul makalah ini adalah Qadar (al-Qadar khairuhu wa syarruhu) atau qadha dan qadar (al-Qadha wal qadar).
Secara etimologis Qadha adalah bentuk mashdar dari kata
kerja qadha yang berarti kehendak atau ketetapan hukum. Dalam hal ini qadha
adalah kehendak atau ketetapan hukum Allah swt terhadap segala sesuatu.
Sedangkan Qadar secara etimologis
adalah bentuk mashdar dari qadara yang berarti ukuran atau ketentuan. Dalam hal
ini qadar adalah ukuran atau ketetntuan Allah swt terhadap segala sesuatunya.
Secara terminologis
ada ulama yang berpendapat kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang
sama, dan ada pula yang membedakannya. Yang membedakan, mendefinisikan qadar
sebagai: “Ilmu Allah swt tentang apa-apa yang akan terjadi pada seluruh
makhluk-Nya pada masa yang akan datang”. Dan qadha adalah: “Penciptaan segala
sesuatu oleh Allah swt sesuai dengan ilmu dan iradah-Nya”.
Sedangkan Ulama yang menganggap istilah Qadha dan qadar mempunyai pengertian
yang sama memberikan definisi sebagai berikut: “Segala ketentuan,
udang-undang, peraturan dan hukum yang ditetapkan secara pasti oleh Allah swt
untuk segala yang ada (maujud), yang mengikat antara sebab dan akibat segala
sesuatu yang terjadi”.
Pengertian di atas
sejalan dengan penggunaan kata qadar di dalam al-Quran dengan berbaai macam
bentuknya yang pada umumnya mengandung pengeretian kekuasan Allah swt untuk
menentukan ukuran, susunan, aturan, undang-undang terhadap segala sesuatu,
termasuk hukum sebab dan akibat yang berlaku bagi segala yang maujud, baik
makhluk hidup maupun yang mati.
Takdir adalah ketentuan
yang telah ditentukan oleh Allah kepada makhluknya sebelum makhluk itu
diciptakan, dan takdir ini pasti terjadi. Iman kepada Takdir adalah rukun iman
yang keenam. Oleh karena itu orang yang mengingkarinya termasuk ke dalam
golongan orang kafir. Dalil yang menunjukkan wajibnya iman kepada takdir
terdapat dalam Al-Qur'an dan sunnah, yaitu :
“ Tiada sesuatu bencana pun
yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah
tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Al-Hadid:22)
“Sesungguhnya Kami menciptakan
segala sesuatu menurut qadar (ukuran).” (Al-Qamar: 49).
“Adapun dari hadits adalah ketika
malaikat Jibril bertanya kepada Nabi Muhammad tentang iman, maka Nabi Muhammad
bersabda, “Iman adalah beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir baik dan buruk." (Bukhari
Muslim).
Abdullah bin Umar
berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda:
“ Allah telah menulis
(menentukan) takdir seluruh makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi lima
puluh ribu tahun .” (HR. Muslim)
Iman kepada takdir
mencakup keyakinan bahwa:
• Allah mengetahui segala sesatu
sebelum terjadi. Karena tidak ada sesutu pun yang luput dari pengetahuan Allah.
• Semua yang yang terjadi di alam
semesta ini terjadi karena kehendak Allah yang terlaksana dan tidak ada peran
siapa pun di sana.
• Bahwa semua yang terdapat di
alam semesta ini adalah ciptaan Allah dan karena kehendak-Nya.
• Allah mencatat segala sesuatu
sejak awal mula penciptaan dalam kitab-Nya (lauhul Mahfuzh).
Takdir Allah itu mencakup:
• Tata aturan alam semesta, seperti
peredaran planet, aliran air, hembusan angin, susunan atom dan lain-lain.
• Yang terjadi pada kita dan kita
tidak kemapuan untuk memilih dan ikhtiyar, seperti dijadikan laki-laki atau
perempuan, dilahirkan di Indonesia atau di Arab, di Eropa dan lain-lain.
• Perbuatan-perbuatan yang
berdasarkan pilihan, meliputi perbuatan mubah, ketaatan dan perbuatan maksiat.
Banyak orang yang
keliru dalam memahami takdir, mereka menyangka bahwa Allah menakdirkan suatu
akibat terpisah dari sebabnya, menakdirkan suatu hasil terpisah dari usaha
untuk mencapainya. Maka jika ada orang yang mengatakan tidak akan menikah
dengan alasan jika Allah telah menakdirkannya punya anak pasti dia punya anak
walau tanpa menikah. Atau dia tidak mau makan dengan alasan jika Allah menakdirkan
dia kenyang, dia pasti kenyang walau tanpa makan.
Maka orang yang
ditakdirkan untuk masuk surga dia akan beramal shaleh. Dan jika dia berbuat
maksiat, maka dia akan ditakdirkan masuk neraka. Jadi Allah menakdirkan sebab
dan akibat secara bersama-sama. Artinya usaha dan sebab adalah bagian dari
takdir Allah . Inilah yang ditunjukkan oleh hadits Rasulullah dan
pemahaman para sahabat.
Rasulullah pernah
ditanya seseorang, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu tentang obat-obatan
yang kami pergunakan untuk berobat, bacaan-bacaan tertentu untuk penyakit kami,
dan perisai yang kami pakai untuk menangkis serangan musuh, apakah itu semua
dapat menolak takdir Allah?” beliau
menjawab, “itu semua juga adalah takdir Allah.” Rasulullah bersabda,
“Tidak ada yang dapat menolak takdir selain doa
Suatu saat Abu
Ubaidah memasuki wilayah yang sedang terjangkit wabah Tha'un, maka Umar
memerintahkannya untuk keluar dari wilayah tersebut. Abu Ubaidah menyangkal
dengan mengatakan, “Apakah kita akan lari dari takdir Allah.” Maka Umar
menjawabnya, “Ya kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah yang lain.”
Ibnu Qayyim
berkata; “Orang yang pintar adalah orang yang menolak takdir dengan takdir, dan
melawan takdir dengan takdir. Bahkan sejatinya manusia tidak dapat hidup
kecuali dengan itu. Karena lapar, dahaga, takut adalah bagian dari takdir. Dan
semua makhluk senantiasa berusaha menolak takdir dengan takdir”
Masalah takdir
adalah masalah ghaib dan dirahasiakan Allah, kita tidak tahu apakah akan
selamat atau celaka, yang tampak di hadapan kita adalah syariat, maka kewajiban
kita adalah menjalankan syariat dan hasilnya akan sesuai dengan yang
ditakdirkan oleh Allah.
2.2. Macam-macam takdir
2.2.1 Takdir Azali (Takdir Umur)
Yaitu meliputi
segala hal dalam lima puluh ribu tahun sebelum terciptanya langit dan bumi,
ketika Allah menciptakan al-qalam dan memerintahkannya menulis segala apa yang
ada sampai Hari Kiamat.
Sebagaimana Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
“Tiada suatu bencana pun yang
menimpa di bumi (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis
dalam kitab (al-Lauhul Mahfuzh), sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yg
demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS.
Al-Hadiid :22)
Dan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Alloh telah mencatat seluruh
takdir makhluk 50.000 tahun sebelum Alloh menciptakan langit dan bumi.” 1)
“Yang pertama kali Allah ciptakan
adalah Qalam (Pena), lalu Allah berfirman kepadanya : ‘Tulislah!' Ia menjawab
:'Wahai Robb-ku apa yang harus aku tulis?' Allah berfirman : ‘Tulislah takdir
segala sesuatu sampai terjadinya Kiamat.'” 2)
2.2.2 Takdir Umuri
Yaitu takdir yang
diberlakukan atas manusia pada awal penciptaannya, ketika pembentukan sperma
(blatokist) sampai pada masa sesudah itu, dan bersifat umum; mencakup rizki,
perbuatan, kebahagiaan dan kesengsaraan.
Sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam :
“Sesungguhnya salah seorang dari
kamu dikumpulkan diperut ibunya selama 40 hari, kemudian berbentuk ‘alaqoh
(morula/segumpal darah) seperti itu (lamanya), kemudian menjadi mudhghoh
(embrio/segumpal daging) seperti itu (lamanya). Kemudian Alloh mengutus seorang
malaikat diperintah (menulis) empat perkara : rizkinya, ajalnya, sengsara atau
bahagia.
1. HR. Muslim (no.2633(16)) dan
at-Tirmidzi (no.2165), Ahmad (II/169), Abu Dawud ath-Thayalisi (no.557), dari
Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash rodhiyalloohu'anhuma. Lafadz ini milik
Muslim
2. HR. Abu Dawud (no.4700),
Shahiih Abu Dawud (no.3933), at-Tirmidzi (no.2155, 3119), Ibnu Abi ‘Ashim dalam
as-Sunnah (no.102), al-Ajurry dalam asy-Syari'ah (no.180), Ahmad (V/317), Abu
Dawud ath-Thoyalisi (no.577), dari Sahabat ‘Ubadah bin ash-Shamit
rodhiyalloohu'anhu, hadist ini shahih.
Demi Allah,
sesungguhnya seorang dari kamu atau seorang laki-laki akan beramal seperti
amalnya ahli neraka sampai tidak ada jarak antara dia dan neraka melainkan satu
depa atau satu hasta, ternyata catatan takdir telah mendahuluinya, sehingga ia
melakukan amalnya ahli syurga maka ia pun memasukinya. Dan sesungguhnya seorang
laki-laki akan beramal seperti amalnya ahli syurga sampai tidak ada jarak
antara dia dengan syurga melainkan satu hasta atau dua hasta, ternyata tulisan
takdir telah mendahuluinya, sehingga ia mengamalkan amalnya ahli neraka, maka
ia pun memasukinya.” 3)
Takdir ini lebih khusus dari yang
ada di Lauhul Mahfudz.
2.2.3 Takdir Sanawi (Tahunan)
Yaitu yang dicatat
pada malam Lailatul Qodar setiap tahun, seperti firman Alloh Subhanahu wa
Ta'ala :
“Pada malam itu dijelaskan segala
urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami,
sesungguhnya Kamu adalah Yang mengutus rasul-rasul.” (QS. Ad-Dukhan :4-5)
Pada malam itu
ditulislah semua apa yang bakal terjadi dalam satu tahun : mulai dari kebaikan,
keburukan, rizki, ajal dan lain-lain, untuk memilah kejadian dan peristiwa
dalam satu tahun, yang kesemuanya itu telah dicatat sebelumnya dalam Lauhul
Mahfudz, juga apa yang ditetapkan dalam takdir ‘umuri yang berkaitan khusus
dengan individu. Dan Allah Maha Menjaga segala sesuatu.
2.2.4 Takdir Yaumi (Harian)
Yaitu dikhususkan
untuk semua peristiwa yang telah ditakdirkan dalam satu hari, mulai dari
penciptaan, rizki, menghidupkan, mematikan, mengampuni dosa, menghilangkan
kesusahan dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala :
“Setiap waktu Dia dalam
kesibukan.” (QS. Ar-Rohman :
29)
Maksudnya, apa yang
menjadi urusan-Nya menyangkut makhluk-Nya. Takdir ini dan kedua takdir
sebelumnya (‘umuri dan sanawi) merupakan penjabaran dari taqdir azali. (HR. al-Bukhari VIII/152, dan Muslim IV/36)
Kalau kita memilih
yang baik, sesungguhny kebaikan itu untuk kita sendiri. (Ini hukum Allah) Yang
dinilai Allah adalah ikhtiar kita, usaha kita dalam mengisi hidup ini. Pahala
dan dosa itu karena ikhtiar kita, kelakuan kita, perbuatan kita. Sedangkan
hasil dari perbuatan kita / ikhtiar kita, itu hanyalah wewenang Allah SWT.
Untuk itulah kita senantiasa dianjurkan untuk bertawakkal; menggantungkan hasil
usaha kita kepada Allah SWT. Dan hendaklah senantiasa ber husnudzan (ber
prasangka baik) kepada Allah SWT, karena disebutkan bahwa Allah SWT itu
mengikuti persangkaan hamba-Nya
Contoh hadis tentang takdir
Inilah yang
dimaksud oleh suatu hadits bahwa doa adalah bagian dari takdir. Makna ini
perkuat oleh hadits-hadist yang lain. Dalam kitab Al-Bihar, Nabi SAW bersabda:
لايرد القضاء الا
الدعاء
“Tidak ada yang
dapat menolak qadha’ (takdir) kecuali doa.”
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata
:الدعاء يرد القضاء بعد ماأبرم ابراما
“Doa dapat menolak
qadha’ yang telah ditentukan dengan suatu ketentuan.”
Imam Musa Al-Kazhim (sa) berkata:
Imam Musa Al-Kazhim (sa) berkata:
عليكم بالدعاء فإن الدعاء والطلب إلى الله
عز وجل يرد البلاء، وقد قدر وقضى فلم يبق الا امضائه فإذا دعي الله وسئل صرف
البلاء صرفا
“Hendaknya kamu
berdoa, sesungguhnya doa dan permohonan kepada Allah Azza wa Jalla dapat
menolak bala. Allah telah menentukan takdir dan menetapkan qadha’, tinggallah
imdha’ (pengesahan)Nya. Jika Allah dipanjatkan doa dan dimohon, Dia akan
menyingkirkan bala’ darimu.”
Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa)
berkata:
ان الدعاء يرد القضاء المبرم وقد أبرم ابراما
- فأكثر من الدعاء فإنه مفتاح كل رحمة ونجاح كل حاجة ولا ينال ما عند
الله الا بالدعاء فإنه ليس من باب يكثر قرعه الا أوشك أن يفتح لصاحبه
“Sesungguhnya doa
dapat menolak qadha’ mubram yang telah ditentukan dengan suatu ketentuan. Maka
hendaknya memperbanyak doa, sesungguhnya doa adalah kunci setiap rahmat, dan
kesuksesan setiap kebutuhan. Tidak akan dapat memperoleh apa yang ada di sisi
Allah kecuali dengan doa, karena tidak ada satu pun pintu yang banyak diketok
kecuali akan dibuka oleh pemiliknya. Allamah Thabathaba’i mengatakan: Makna
hadis tersebut menunjukkan bahwa berdoa itu harus dilakukan secara istiqamah
dan terus-menerus, sebagai salah satu syarat terwujudnya hakikat do’a. Dan dengan
seringnya berdoa diharapkan dapat membersihkan hati dan membuahkan keikhlasan
dalam berdoa.
- Sabda Rasullullah dari Namir bin Aus : "Doa adalah tentara Allah yang dapat menolak takdir". ( HR. Ibnu Asakir)
- Sabda Rasullullah dari Ibnu Umar :” Do'a berguna bagi takdir yang sudah atau belum tertuliskan maka hendaknya hamba Allah, engkau banyak berdoa".(HR. Al Hakim)
Dari Shauban bahwa
Rasul SAW bersabda : "Do'a itu dapat menolak takdir, perbuatan baik
menambah rezeki dan seseorang dapat luput dari rezeki karena durhaka yang
dilakukannya." (HR. Al Hakim)
2.3 Hikmah Beriman kepada
Takdir
Diantara hikmah
beriman kepada takdir adalah :
1. Dengan iman kapada takdir
seseorang akan selalu dalam kebaikan. Bersyukur ketika Allah SWT memberikan
nikmat dan bersabar serta tawakal ketika Allah memberikan musibah. Hal ini
bertolak belakang dengan kebanyakan manusia pada umumnya, sebagaimana firman-Nya,
''Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan
menjauhkan diri, akan tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak
berdoa.'' (QS Fushshilat [41]: 51).
2. Dengan iman kepada takdir,
seseorang akan senatiasa bekerja keras dan istikamah. Karena, ia percaya dan
mengimani bahwa Allah SWT tidak akan mengubah nasib seseorang kecuali dengan
usahanya sendiri. Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya Allah SWT tidak mengubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri." (QS Ar-Ra`du [13]: 11).
3. Dengan iman kepada takdir
berarti mengimani bahwa musibah dan bencana yang datang bukan hanya merupakan
kodrat Ilahi, namun juga dikarenakan kesalahan manusia sendiri. Sehingga, akan
senantiasa mawas diri, selalu berhati-hati, tidak menyombongkan diri dan
menghentikan segala perbuatan yang dapat mendatangkan kerusakan dan Adzab Allah
SWT. Sebagaimana firman-Nya, ''Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah nikmat
dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu
sendiri.'' (QS An-Nisaa [4]: 79).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Seorang muslim
wajib beriman dengan taqdir sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Allah swt
dan rasul-Nya di dalam Al-quran dan sunnah Rasul. Memahami taqdir harus secara
benar, karena kesalahan memahami taqdir akan melahirkan pemahaman dan sikap
yang salah pula dalam menempuh kehidupa di dunia ini.
Ada beberapa hikmah
yang dapat dipetik dari beriman kepada taqdir ini, antara lain yaitu:
1. Melahirkan keasaran bagi umat manusia bahwa
segala sesuatu di dalam semesta ini berjalan sesuai dengan undang-undang,
aturan dan hukum yang telah di tetapkan dengan pasti oleh Allah swt. Oleh sebab
itu manusia harus mempelajari, memahami, dan mematuhi ketetapan Allah swt
tersebut supaya dapat mencapai keberhasilan baik di dunia maupun di akhirat
nanti.
2. Mendorong
manusia untuk berusaha dan beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai
kehidupan yang baik di dunia dan diakhirat, mengikuti hukum sebab akibat yang
telah ditetapkan oleh Allah swt.
3. Mendorong manusia untuk semakin mendekatkan
diri kepada Allah swt yang memiliki kekuasaan dan kehendak yang mutlak, di
samping memiliki kebijakan, keadilan, dan kasih sayang kepada makhluk-Nya.
4. Menanamkan sikap tawakal dalam diri manusia,
karena menyadari bahwa manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, sedangkan
hasilnya diserahkan kepada Allah swt
5. Mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman
hidup, karena meyakini apa pun yang terjadi adalah atas kehendak dan qadar
Allah swt. Di saat memperoleh kebahagiaan dan nikmat dia segera bersyukur
kepada Allah swt dan tidak memiliki kesombongan karena semuanya itu di dapat
atas izin Allah swt. Di saat mendapat musibah dan kerugian dia bersabar karena
meyakini semuanya itu adalah karena kesalahannya sendiri dan karena cobaan dan
ujian dari Allah swt yang kelak kemudian juga akan mendatangkan kebaikan.
3.2 Saran
Dalam hal
penyusunan makalah ini tentu tidak terlepas dari kesalahan. Ibarat kata
pepatah, tidak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kami dari penyusun
meminta saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk mencapai
kesempurnaan makalah kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar